Skip to main content

Penjilid Otodidak Antara Teknik Tradisional dan Teknik Eksperimental



Dua tahun lalu, tepatnya Februari 2017, aku berkesempatan berdialog dengan bookbinding master dari Finlandia, Kaija Rantakari @paperiaare. Dalam dialog itu, Kaija memberi saran padaku untuk belajar teknik tradisional bookbinding. Saran ini tentu aku turuti.


Setahun kemudian di bulan Mei 2018, aku memutuskan untuk kembali ke Canada dan bergabung di kelas Bookbinding Intensive 2 di Canadian Bookbinders and Book Artists Guild (CBBAG). Ini pertama kalinya aku belajar teknik tradisional German Case (bradel) Binding. Guruku Rose Newlove, seorang ahli konservasi naskah. Saat itu, kelas berlangsung selama 6 hari penuh secara intensif dari pagi sampai sore. Aku belajardua model dari teknik ini:  Model of visible-hinge, hooked endpaper with protection packet dan Model of invisible-hinge, hooked endpaper.Rose mengajari kami secara detail perbedaan keduanya. Kelas ini membukakan mataku sebagai penjilid buku, bahwa menjilid dengan teknik tradisional ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan, ada kedisiplinan dan kepresisian yang harus di capai. Teknik tradisional mensyaratkan craftmanship dan jam terbang yang memadai untuk mencapai hasil yang baik.



Juni 2019 lalu, aku kembali lagi ke Canada untuk Bookbinding Intensive 3 masih di CBBAG dan berjumpa guruku lagi, Rose Newlove. Kali ini aku belajar teknik tradisional 'leather binding', pendalaman kelas BBI 2 tahun lalu. Kelas ini mensyaratkan keterampilan yang lebih banyak lagi, terutama keterampilan menipiskan kulit untuk dipergunakan sebagai sampul buku. Selain itu tahapannya menjadi lebih rumit dan rigid. Aku belajar dengan dua model: Textblock recessed cord or tape sewn, Textblock Packed raised cord sewing. Both textblocks with endpapers, at least one German zigzag, with a choice of one exposed visible hinge. Kelas intensif berlangsung 6 hari, namun kali ini tidak cukup untuk membereskan 2 buku yang kami pelajari di kelas. Rose dengan baik hat memberi tambahan waktu satu setengah hari untuk menyelesaikannya. Meski hasilnya belum sempurna, namun akhirnya aku bisa membereskan dua buku tersebut dan membawa hasilnya pulang ke Indonesia.





***


Bookbinding is the process of physically assembling a book of codex format from an ordered stack of paper sheets that are folded together into sections or sometimes left as a stack of individual sheets. The stack is then bound together along one edge by either sewing with thread through the folds or by a layer of flexible adhesive. Alternative methods of binding that are cheaper but less permanent include loose-leaf rings, individual screw posts or binding posts, twin loop spine coils, plastic spiral coils, and plastic spine combs. For protection, the bound stack is either wrapped in a flexible cover or attached to stiff boards. Finally, an attractive cover is adhered to the boards, including identifying information and decoration. Book artists or specialists in book decoration can also greatly enhance a book's content by creating book-like objects with artistic merit of exceptional quality. Sumber: Wikipedia

Dari dua kesempatan mengikuti kelas Bookbinding tradisional, aku menyadari bahwa keterampilan ini bukan semata-mata persoalan penguasaan teknik. Ada sejarah pengetahuan di sini, ada cara berpikir dan bekerja sebuah kebudayaan di sini (misalnya perbedaan antara gaya Jerman, Inggris dan Perancis). Belajar tradisional bookbinding ternyata erat kaitannya dengan sejarah peradaban pengetahuan misalnya: medieval binding, Islamic binding. Bagaimana setiap peradaban melahirkan cara menjilid pengetahuan tersebut. Memahami sejarahnya perkembangannya akan sangat membantu memahami mengapa 'bookbinding itu harus dilakukan dengan cara-cara tersebut. 

Tentunya semakin aku pelajari, semakin aku tidak tau apa-apa. Ibarat belajar musik, aku seperti seseorang yang belajar jazz, lalu berusaha belajar musik klasik. Sebenarnya bisa saja aku tidak perlu repot-repot belajar teknik bookbinding tradisional, namun jika tidak ingin setengah-setengah, teknik tradisional ini menjadi syarat wajib dan pondasi untuk lebih fasih dalam bereksperimen.  Kesadaran lain yang aku peroleh dari belajar teknik tradisional ini adalah perkara dominasi pengetahuan. Bahwa Barat menguasai pengetahuan, itu tidak dapat dipungkiri. Bookbinding berhubungan dengan proses produksi pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu di bukukan. Kesadaran ini membuatku semakin tertarik mempelajari sejarah tersebut. 

Sebagai penjilid buku dari Indonesia,  pengetahuan bangsaku ini lebih banyak dibukukan dengan cara para pendatang. Di mulai dari para pedagang yang membawa siar Islam dan kitab-kitabnya, lalu bangsa Eropa yang datana kemudian sebagai penjajah. Bahkan manuskript-manuskrip Keraton Yogyakarta yang banyak tersimpan di British Library pun di jilid dengan teknik tradisional Eropa yang aku pelajari.  

Memang Nusantara punya tradisi penulisan naskah sendiri, namun perjalanan sejarah Nusantara membuat proses membukukan pengetahuan Nusantara yang dilakukan secara tradidional menjadi sebuah keniscayaan yang berkelanjutan. Pengetahuan cara menulis di atas lontar misalnya, bukan pengetahuan yang mudah untuk ditemukan. Sepengetahuanku, pengetahuan teknis (craftmanship) seperti ini tidak diajarkan di dunia akademis. Berbeda dengan teknik bookbinding tradisional barat yang menjadi salah satu bidang studi di dunia akademis, terutama untuk bidang kajian konservasi manuskrip dengan demikian tekniknya sendiri secara tradisi menjadi terjaga karena ada kebutuhan untuk menjaga dan merawat buku-buku pengetahuan dari masa lalu.

***


Sementara teknik eksperimental, memberikan kebebasan untuk berekspresi. Dari teknik menjahit buku, struktur bahkan buku sebagai bentuk pun mengalami eksperimentasi begitu bebas. Bagiku ini menarik, mengingat ini adalah zaman di mana pengetahuan menjadi begitu egaliter dan bisa di akses dengan mudah seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Cara menjahit tidak lagi sebatas cara tradisional, tapi adaptasi dari keterampilan yang lain bisa diaplikasikan ke dalam teknik eksperimental ini. 

Demikian pula dengan struktur, arsitektur bisa menjadi sumber insprirasi untuk  menemukan struktur baru dari sebuah buku. Buku yang ditulis oleh Hedi Kyle dan Ulla Warchol ' The Art of The Fold' menunjukkan bagaimana origami mengejawantah dalam pendekatan bentukan buku yang berbeda.  Motif-motif dan teknik sulamanpun bisa beradaptasi sebagai teknik menjahit alternatif dalam menjilid buku. Aku pun sering melakukan itu, beberapa teknik sulaman coba aku adaptasi dalam teknik menjahit buku. Begitu pula dalam penggunaan bahan. Aku sering mengatakan pada murid-murid di kelas bookbinding, pada dasarnya apapun yang berbentuk lembaran, bisa dijilid. Hal ini tentu mengacu pada eksperimentasi dalam dunia 'book arts' , sebuah terminologi yang begitu terbuka atas kemungkinan-kemungkinan melihat buku sebagai sebuah bentuk karya seni.  

*** 

Catatan ini menjadi upaya untuk mensistematiskan kepingan-kepingan pengetahuan dan pemahaman yang kuperoleh dalam proses perjalananku sebagai penjilid buku otodidak. Bagiku menjadi seorang penjilid otodidak justru memberikan keleluasaan untuk  melakukan pendekatan  apapun. Ketiadaan latar belakang akademis yang berkaitan dengan bookbinding, justru membuat aku  terbebas dari sekat-sekat antara tradisionalis atau eksperimentalis, Aku bisa mengelaborasi keduanya dan masing-masing bisa saling melengkapi. Jalanku sebagai penjilid buku, tentunya masih panjang. Banyak sekali yang mesti aku pelajari dan teknik yang mesti aku kuasai. Tak kalah penting juga adalah jam terbang latihan yang terus menerus untuk sampai pada penguasaan teknik yang mumpuni dan memberi keleluasaan pada proses eksperimenku. Yang jelas sebagai penjilid otodidak, aku tidak mau setengah-setengah. 

Studio Vitarlenology,23 September 2019

Comments

Popular posts from this blog

My Life as a Bookbinder: Binding Connection, Knowledge and Authenticity

Tarlen Handayani, bookbinder, founder of Tobucil & Klabs, freelance writer PORTAL Journal of Multidisciplinary International Studies, Vol. 13, No. 2, July 2016. Designing Futures in Indonesia, Curated Works Special Issue, Curated by Alexandra Crosby. © 2016 by Tarlen Handayani. This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution 4.0 Unported (CC BY 4.0) License ( https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/ ), allowing third parties to copy and redistribute the material in any medium or format and to remix, transform, and build upon the material for any purpose, even commercially, provided the original work is properly cited and states its license. Citation:  Handayani, T. 2016. My Life as a Bookbinder: Binding Connection, Knowledge and Authenticity.  PORTAL Journal of Multidisciplinary International Studies , 13:2, 1-6.  http://dx.doi.org/10.5130/portal.v13i2.5023 ISSN 1449-2490 | Published by UTS ePRESS |  http://portal.